Pikiran Cemas
Membawa Petaka
Suatu senja langit nampak indah dengan
warna cerah. Di atas langit terlihat burung burung mulai kembali ke sarang
untuk istirahat. Begitu juga dengan para petani yang mulai menghentikan
pekerjaannya untuk kembali ke rumah. Saat suara adzan mulai berkumandang tak
ada satu orang pun yang bekerja. Mereka mulai menghentikan langkah, satu demi satu
mulai berjalan menuju Surau. Begitu juga dengan aku. Kakiku mulai ku angkat
menuju Surau.
Setelah bersembahyang ku berjalan pulang
menuju rumah. Sampai rumah aku bersiap siap untuk pergi les. Setelah aku pamit
pada ayahku aku lalu pergi.
“Pak mangkat ya ?” tanyaku pada ayah.
“
ya, ati ati ya.” jawab ayahku.
“
inggih pak.” Jawab ku pada ayahku.
Setelah itu aku mengeluarkan motor untuk
berangkat. Dengan perasaan ragu ragu aku tekan gigi pertama motorku. Sepertinya
aku merasakan keganjalan. Dalam perjalanan menuju tempat les masih terpikirkan
dibenakku tentang kecemasan itu. Perasaan akan kecemasan itu tidak bisa hilang
dari pikiranku. Kecemasan akan suatu hal yang akan terjadi padaku terus melilit
dikeningku. Sampai sampai tak terasa sudah sampai di tempat les. Namun perasaan
itu masih membayangiku. Aku melamun saat perasaan cemas itu masih melilit
kuat. Saat aku melamun ada salah satu temanku
yang bertanya.
“ Heh… ?” bentak Gilang.
“
Wwaaak, kaget aku ki bro.” tanggapan spontanku.
“
Koe ki ngopo kok melamun wae ketmau ?”
Tanya Gilang.
“Aku ki ngroso
ra penak ee ket menyang les mau ki ?”jawabku.
“Lha emang e ana
apa e ?”tanya Gilang.
“Emboh ya, ning
aku ki ngrasa bakal ana sesuatu sing bakal menimpaku e?”jawabku.
“ Yo uwes, santé
wae.”komentar Gilang.
“ Sante kepiye,
aku ki cemas banget e bro.” sahutku.
“Nek ngono koe
sabar wae ya.”saran Gilang.
“ oke.” Jawabku.
“ Ting tung ting
tung tung!!!” suara bel.
Ternyata
tak terasa dua jam sudah berlalu.
Sepertinya waktu berjalan begitu cepat. Semua teman les ku meninggalkan ruang
les. Satu persatu mulai berangsur angsur pulang. Begitu juga dengan aku. Salah
satu temanku berteriak padaku.
“Ati
ati yo bro ! rasah ngalamun. Pikiran cemas
mau rasah tok pikirke ngko ndak ,malah
Ora iso konsentrasi le numpak motor.”saran
Gilang padaku.
“insyallah.”jawabku.
Aku pun bergegas pulang kerumah.
Saat di jalan pulang aku merasa cemas, sepertinya akan ada sesuatu yang terjadi
padaku. Perasaan buruk akan hal yang terjadi padaku itu tidak bisa hilang. Saat
aku memikirkan perasaan cemas itu aku tidak sadar kalau aku sedang mengendarai
sepeda motor. Sampai akhirnya aku menabrak sebuah pengguna jalan yang lain. Dan
akhirnya aku pun menabrak mobil yang sedang berhenti. Kecelakaan pun tak
terhindarkan.
“Blakk…blukk…brak.”suara benturan
motorku dengan mobil.
Suasana
di tempat kecelakaan pun menjadi ribut. Aku dengan pengendara mobil pun saling
salah menyalahkan. Sambil bercekcokan dengan pengendara mobil, hatiku berkata
“apa ini perasaan cemas yang menghantui pikiranku sehingga aku tidak
konsentrasi.”
“ Heh kamu itu bisa pakai motor
enggak ?”tanya pengendara mobil.
“ Ya bisa lah.” Jawabku.
“ Lha itu bisa pakai motor, kenapa
nabrak mobil saya ?” tanya pengendara mobil.
“ Ya,kan yang salah anda. Kenapa
malah saya yang disalahin, seharusnya anda itu sadar
kalau parkir mobil jangan ditengah.” jawab
saya.
“ Yo gak bisa
gitu kan saya parkirnya sudah benar, anda yang gak punya mata. Mobil
saya kan udah dipinggir.” ucap
pengendara mobil.
“ Kurang ajar ki malah ngelokke aku ra duwe mata, karep e piye saiki ?”sahut ku.
“ Terserah, anda maunya apa ?” jawa
si pengendara mobil.
“ Kalu begitu ayo kita berantem saja
daripada ribut gak selesai-selesai “ ajak ku.
“ Ayo, siapa takut.”jawab si
pengendara mobil.
Akhirnya
aku dengan si pengendara mobil pun berantem. Kami saling pukul memukul. Pukulan
demi pukulan aku hinggapkan di perut sang pengendara mobil. Tak terkecuali
dengan si pengendara mobil pun juga memukul perutku dengan keras. Sampai
akhirnya aku terkena pukulan di bagian wajahku. Dan akhirnya aku terjatuh,lalu
pingsan.
Saat aku bangun, aku tidak tahu ada
dimana. Namun aku melihat ada temanku disampingku. Lalu aku bertanya pada
temanku.
“ Aku ada dimana Mir ?” tanyaku pada
temanku.
“ Di rumah sakit.”jawab Emir.
“ Emang aku kenapa ?”tanyaku.
“ Tadi aku lihat kamu pingsan
dijalan dan aku juga melihat si pengendara mobil, lalu aku
bawa kamu ke rumah sakit.”jawab Emir.
“ Oo aku baru ingat, tadi aku tuh
berkelahi sama si pengendara mobil karen aku
menabrak mobilnya. Kami saling
salang salah menyalahkan, aku merasa tidak
terima karena aku dikatain tidak
punya mata. Lalu kita berkelahi deh.” penjelasanku
pada Emir.
“ Oo begitu to ceritanya.” sahut
Emir.
Tiba-tiba
dari pintu muncul seseorang. Ternyata orang itu adalah si pengendara mobil yang
aku tabrak. Aku langsung meminta maaf padanya.
“ Bang saya minta maaf ya, saya
mengaku salah. Tolong maafin !” sahutku.
“ Iya dek aku juga minta maaf,
seharusnya mobil ku diparkir lebih ketepi.”jawab
Pengendara mobil.
“ Lalu nasib mobil bapak yang peok karena tertabrak motor saya gimana
?”tanyaku.
“ Sudah, gak usah dipikir. Itu semua
tanggung jawab saya. Uang saya dibank juga masih
banyak. Daripada gak ke
pakai.”jawab si pengendara mobil.
“ Terima kasih banyak ya pak
.”ucapku.
Akhirnya
aku dan Si pengendara mobil berdamai.
Waktu telah menunjukkan pukul
duabelas malam. Namun aku masih di rumah sakit untuk menunggu di periksa
dokter. Setelah diperiksa dokter. Aku boleh diijinkan pulang . Lalu aku
bergegas pulang kerumah dengan perasaan bangga karena mendapat pengalaman hidup
yang luar biasa.
0 comments:
Post a Comment